Kesaksian Palsu " Bertemu Yesus di Saudi Arabia
17 September 2011 pukul 10:41
munculnya kesaksian bohong di tabloid Zaitun edisi 13/ Th1/2005. Di
Rubrik kesaksian, redaksi menampilkan kesaksian mantan mahasiswa LIPIA
(Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab).
Dengan judul
Bertemu Yesus di Saudi Aabia, pemuda ini menceritakan pengalamannya saat
memutuskan murtad. Tahun 1992, setamat kuliah dari perguruan tinggi
swasta di Jakarta, sang murtadin mondok di jombang, jawa Timur. karena
tak betah, ia hanya tahan empat bulan. Juli 1994, ia mendaftar ke LIPIA.
Setelah mengikuti ujian masuk, ia diterima dan mendapat beasiswa untuk
belajar di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, Saudi Arabia selama 3
tahun. November 1994, Ia berangkat ke Saudi Arabia, tinggal di apartemen
di kawasan Fasyalia Street I Jeddah. Setelah belajar satu setengah
tahun, Ia mulai mengerti kandungan al-Qur'an, yang memuat banyak
kesaksian tentang Isa Almasih.
Tahun 1996 jam 9 malam, saat
sedang membaca al-Qur'an di apartemen dengan pintu terkunci, tiba - tiba
yesus nampak dan berbicara dalam bahasa Indonesia "Jangan takut, aku
datang untuk menyelamatkanmu". Selanjutnya ia merasa roh kudus masuk
dlam dirinya. Ia tersungkur, menangis dan mohon ampun. Ia masuk kristen
tahun 1996. Setahun kemudian, pulang ke jakarta dan bekerja di Bank
Swasta. 28 April 1999, pamannya yang tinggal di kawasan Pasar Rebo,
Jakarta Timur, marah besar dan menggorok lehernya dengan clurit. Tapi,
dengan bantuan Tuhan, ia bisa lolos dari maut meski lehernya terluka.
Dramatis bukan..?, meski Tabloid Zaitun tak menyebut nama penginjil
yang dimaksud, Tim FAKTA menduga, ia adalah murtadin JOKO SAPUTRA.
Kesaksian serupa pernah dimuat di tabloid Jemaat Indonesia, milik
yayasan Doulos Jakarta, Desember 1999. Kesaksian Joko, menjadi
kebanggaan umat kristen. Mereka menganggapnya sebagai pahlawan.
Buktinya, kesaksian palsu ini beredar luas di internet sejak 1999. bagi
umat Islam, apalagi bagi LIPIA dan kalangan santri, sangat menggelikan.
Dustanya sangat mencolok.
Pertama, diterima kuliah di LIPIA
Jakarta, tapi mendapat beasiswa ke Saudi Arabia. Ini tidak mungkin,
karena LIPIA Jakarta adalah perwakilan Jami'ah(univesitas) Al-Imam
Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Mahasiswa yang lulus seleksi di LIPIA
Jakarta akan menempuh pendidikan di Jakarta dengan menempuh tiga
jenjang, yaitu I'dad (persiapan bahasa) selama 2 tahun, Takmily selama 1
tahun dan Syari'ah selama 4 tahun.
Kedua, ia mendapat
beasiswa ke Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, Saudi Arabia selama 3
tahun. Hal ini tak mungkin terjadi, karena LIPIA adalah universitas
Islam yang strukturnya menginduk pada Jami'ah Al-Imam Muhammad Ibnu Saud
di Riyadh. Lucu sekali jika Joko bisa mendapat beasiswa dari LIPIA ke
Universitas King Abdul Aziz yang note bene universitas umum, bukan
universitas Islam.
Ketiga, ia mengaku bertahan 4 bulan belajar
di pesantren, karena pelajarannya memakai huruf Arab tanpa bahasa
Indonesia. Kemudian, ia belajar 3 tahun di Arab Saudi. Jika belajar
bahasa Arab di Indonesia saja tak betah, bagaimana bisa belajar bahasa
Arab tanpa bahasa Indonesia sama sekali di Arab Saudi..?
LIPIA
adalah sebuah perguruan tinggi terkemuka milik kerajaan Saudi Arabia di
Jakarta, yang sukses melahirkan dai dan ustadz handal di Indonesia.
Ma'had yang bebas biaya ini menerapkan seleksi masuk sangat ketat dengan
persyaratan khusus dan harus menyisihkan ribuan pelamar dari seluruh
Indonesia.
Batal Suka · · Bagikan · Ikuti Kiriman · 8 jam yang lalu
17 September 2011 pukul 10:41
munculnya kesaksian bohong di tabloid Zaitun edisi 13/ Th1/2005. Di Rubrik kesaksian, redaksi menampilkan kesaksian mantan mahasiswa LIPIA (Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab).
Dengan judul Bertemu Yesus di Saudi Aabia, pemuda ini menceritakan pengalamannya saat memutuskan murtad. Tahun 1992, setamat kuliah dari perguruan tinggi swasta di Jakarta, sang murtadin mondok di jombang, jawa Timur. karena tak betah, ia hanya tahan empat bulan. Juli 1994, ia mendaftar ke LIPIA. Setelah mengikuti ujian masuk, ia diterima dan mendapat beasiswa untuk belajar di Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, Saudi Arabia selama 3 tahun. November 1994, Ia berangkat ke Saudi Arabia, tinggal di apartemen di kawasan Fasyalia Street I Jeddah. Setelah belajar satu setengah tahun, Ia mulai mengerti kandungan al-Qur'an, yang memuat banyak kesaksian tentang Isa Almasih.
Tahun 1996 jam 9 malam, saat sedang membaca al-Qur'an di apartemen dengan pintu terkunci, tiba - tiba yesus nampak dan berbicara dalam bahasa Indonesia "Jangan takut, aku datang untuk menyelamatkanmu". Selanjutnya ia merasa roh kudus masuk dlam dirinya. Ia tersungkur, menangis dan mohon ampun. Ia masuk kristen tahun 1996. Setahun kemudian, pulang ke jakarta dan bekerja di Bank Swasta. 28 April 1999, pamannya yang tinggal di kawasan Pasar Rebo, Jakarta Timur, marah besar dan menggorok lehernya dengan clurit. Tapi, dengan bantuan Tuhan, ia bisa lolos dari maut meski lehernya terluka.
Dramatis bukan..?, meski Tabloid Zaitun tak menyebut nama penginjil yang dimaksud, Tim FAKTA menduga, ia adalah murtadin JOKO SAPUTRA. Kesaksian serupa pernah dimuat di tabloid Jemaat Indonesia, milik yayasan Doulos Jakarta, Desember 1999. Kesaksian Joko, menjadi kebanggaan umat kristen. Mereka menganggapnya sebagai pahlawan. Buktinya, kesaksian palsu ini beredar luas di internet sejak 1999. bagi umat Islam, apalagi bagi LIPIA dan kalangan santri, sangat menggelikan. Dustanya sangat mencolok.
Pertama, diterima kuliah di LIPIA Jakarta, tapi mendapat beasiswa ke Saudi Arabia. Ini tidak mungkin, karena LIPIA Jakarta adalah perwakilan Jami'ah(univesitas) Al-Imam Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Mahasiswa yang lulus seleksi di LIPIA Jakarta akan menempuh pendidikan di Jakarta dengan menempuh tiga jenjang, yaitu I'dad (persiapan bahasa) selama 2 tahun, Takmily selama 1 tahun dan Syari'ah selama 4 tahun.
Kedua, ia mendapat beasiswa ke Universitas King Abdul Aziz, Jeddah, Saudi Arabia selama 3 tahun. Hal ini tak mungkin terjadi, karena LIPIA adalah universitas Islam yang strukturnya menginduk pada Jami'ah Al-Imam Muhammad Ibnu Saud di Riyadh. Lucu sekali jika Joko bisa mendapat beasiswa dari LIPIA ke Universitas King Abdul Aziz yang note bene universitas umum, bukan universitas Islam.
Ketiga, ia mengaku bertahan 4 bulan belajar di pesantren, karena pelajarannya memakai huruf Arab tanpa bahasa Indonesia. Kemudian, ia belajar 3 tahun di Arab Saudi. Jika belajar bahasa Arab di Indonesia saja tak betah, bagaimana bisa belajar bahasa Arab tanpa bahasa Indonesia sama sekali di Arab Saudi..?
LIPIA adalah sebuah perguruan tinggi terkemuka milik kerajaan Saudi Arabia di Jakarta, yang sukses melahirkan dai dan ustadz handal di Indonesia. Ma'had yang bebas biaya ini menerapkan seleksi masuk sangat ketat dengan persyaratan khusus dan harus menyisihkan ribuan pelamar dari seluruh Indonesia.